Budaya pada hakekatnya merupakan pondasi bagi suatu organisasi. Jika pondasi yang dibuat tidak cukup kokoh, maka betapapun bagusnya suatu bangunan, ia tidak akan cukup kokoh untuk menopangnya. Organisasi bisa mengarahkan masyarakat untuk memperhatikan satu dua aspek terkait dengan budaya yang akan dibangun.
Karakteristik utama dalam budaya organisasi (Robbins), yaitu:
1) Inisiatif individual. Tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang dipunyai individu.
2) Toleransi terhadap tindakan beresiko. Sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan mengambil resiko.
3) Arah. Sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan hararapan mengenai prestasi.
4) Integrasi. Tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
5) Dukungan dari manajemen. Tingkat sejauh mana para manajer memberi komukasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka.
6) Kontrol. Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai.
7) Identitas. Tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang keahlian professional.
8) Sistem imbalan. Tingkat sejauh mana alokasi imbalan (misal, kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas criteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya.
9) Toleransi terhadap konflik. Tingkat sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
10) Pola-pola komunikasi tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Budaya itu mengemukakan kepada pegawai hal-hal seperti ketidakhadiran yang dapat diterima diungkapkan oleh Nicholson dan Johns. Beberapa budaya mendorong karyawannya untuk menggunakan hari-hari sakitnya untuk bekerja/lembur dan melakukan pengurangan absensi kerja demi optimalisasi produktivitas.
Mowday, Porter dan Steers (1982) mengatakan bahwa: “ Membina kekohesifan, kesetian dan komitmen organisasi mengurangi kecendrungan karyawan untuk meninggalkan organisasi itu”.
Menurut Luthans (2007) karakteristik penting budaya organisasi mencakup sebagai berikut:
• Keteraturan perilaku yang dijalankan, seperti pemakaian bahasa atau terminologi yang sama;
• Norma, seperti standar perilaku yang ada pada suatu organisasi atau kominitas;
• Nilai yang dominan, seperti mutu produk yang tinggi, efiseinsi yang tinggi;
• Filosofi, seperti kebijakan bagaimana pekerja diperlakukan;
• Aturan, seperti tuntunan bagi pekerja baru untuk bekerja didalam organisasi;
• Iklim organisasi, seperti cara para anggota organisasi berinteraksi dengan pelanggan internal dan eksternal atau pengaturan tata letak bekerja (secara fisik);
Menurut O’reilly III, Chatrman dan Caldwell (1991) mengemukakan tujuh karakteristik primer yang bersama-sama, menangkap hakekat dari budaya organisasi, yaitu:
1) Inovasi dan pengambilan resiko, sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko.
2) Perhatian terhadap detail, sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecamasan), analisis, dan perhatian rerhadap detail.
3) Orientasi hasil, sejauh mana manajemen memusatkan perhatian terhadap pada hasil.
4) Orientasi orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi itu.
5) Orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasar individu.
6) Keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
7) Kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.
Setiap budaya organisasi menunjukkan ciri-ciri atau karakteristik tertentu berskala organisasi yang bersifat homogen (sama). Semua budaya ini harus dipahami dan dipadukan, jika organisasi itu ingin bekerja efektif.
Sedangkan menurut Manan (1989) ada tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu:
1) Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif;
2) Kebudayaan itu ditanamkan;
3) Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional), kebiasaan-kebiasaan kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola perilaku;
4) Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu, memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya;
5) Kebudayaan itu bersifat integratif;
6) Selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap kebudayaan;
7) Kebudayaan itu dapat menyesuaikan;
Menurut Robbins menyatakan bahwa: “ Makin banyak anggota menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai itu, makin kuat budaya tersebut, budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingkat kebersamaan dan intensitas akan menciptakan iklim atas pengendalian perilaku yang tinggi”.
Makin kuat budaya sebuah organisasi, makin kurang pula kebutuhan manajemen untuk mengembangkan kebutuhan peraturan formal untuk memberi pedoman pada perilaku pegawai. Pedoman tersebut akan dihayati oleh para pegawai jika mereka menerima budaya organisasi.
Jadi, berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa budaya yang kuat akan terkait dengan penurunan tingkat keluar masuknya karyawan. Budaya organisasi memiliki peran dalam memberi identifikasi dan prinsip-prinsip yang mengarahkan perilaku organisasi dan dalam membuat suatu keputusan, mengembangkan suatu metode sehingga individu dapat menerima feedback atas prestasi yang dibuat, menjaga sistem reward dan reinforcement yang diberlakukan dalam organisasi. Dengan demikian dapat dipahami bagaimana budaya mampu memberi suatu identitas dan arah bagi keberlangsungan hidup organisasi.
Selamat Datang Di Web Komunikasi Mahasiswa Benai
Selamat datang di portal komunikasi pemuda dan mahasiswa Kecamatan Benai (IPMKB) Pekanbaru. Revolusi informasi memberikan kemudahan bagi setiap kita umumnya ataupun sebuah organisasi khususnya dalam berkomunikasi dan menyampaikan informasi yang cepat dan accessible. Portal Komunikasi ini dibuat semata hanya mensupport luasnya bidang gerak bagi IPMKB dalam mempromosikan agenda kegiatan kepada IPMKB'ers dimanapun berada. Terakhir admin berharap saran - saran dan masukan dari rekan - rekan sekalian terhadap kemajuan portal ini. Salam persahabatan & Selamat berjuang IPMKB'ers...!!!
IPMKB SEBAGAI GENERASI Civil of Responsibility oleh: Heri Indra Putra
Perguruan tinggi sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi yang menghimpun Mahasiswa sebagai peserta didik di dalamnya, memiliki tanggung jawab moral dalam menciptakan suatu kondisi yang dinamis bagi berlangsungnya suasana kondusif di kehidupan masyarakat. Betapa tidak, perguruan tinggi diharapkan akan mampu melahirkan para pemikir, insan cita dan cipta yang kelak akan memberikan input yang positif dalam kehidupan masyarakat.
Selain itu, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk menciptakan insan intelektual (mahasiswa) yang berkepribadian dan berdedikasi tinggi terhadap kepentingan masyarakat, bukan sosok mahasiswa dengan pemahaman yang fragmatis dan oportunis. Artinya perguruan tinggi sebagai tempat berlangsungnya “learning process” berfungsi juga sebagai wahana pembentukan pribadi mahasiswa sebagai “agent of change” dan “agent of social control” di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga perguruan tinggi selayaknya tidak hanya menyelenggarakan kegiatan akademis di ruang perkuliahan semata. Namun lebih dari itu, perguruan tinggi juga diharapkan mampu melahirkan insan-insan intelektual yang selain berwawasan luas dan visioner, juga memiliki kepekaan terhadap kondisi sosial masyarakat (Civil of Responsibility).
Mahasiswa sebagai salah satu komponen pembentuk masyarakat harus senantiasa meningkatkan kapabilitasnya agar dapat memberikan kontribusi positif dalam masyarakatnya. Mahasiswa harus mampu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat demi perubahan komunitas masyarakat yang lebih baik. Serta senantiasa merespon setiap dinamika yang terjadi secara arif serta mengarahkannya pada perkembangan komunitas mayarakat yang lebih “dewasa”.
IPMKB adalah Ikatan Pemuda Mahasiswa Kecamatan Benai. IPMKB merupakan wadah untuk menampung dan mengembangkan kreatifitas dan aktifitas mahasiswa Kecamatan Benai yang ada di perguruan tinggi negeri maupun swasta serta pemuda Kecamatan Benai dimana pun berada, dan juga ikut memberi kontribusi pemikiran kontributif terhadap pengembangan dan pembangunan Kecamatan Benai khususnya dan Kabupaten Kuantan Singingi dan Provinsi Riau umumnya.
Sejalan dengan tujuan dan cita-cita IPMKB didirikan, Yaitu agar kawan – kawan Pemuda dan Mahasiswa yang ada didalam wadah ini segera mendapatkan informasi yang berkembang di daerah dan saling bertukar pikiran serta meningkatkan sumber daya manusia. IPMKB berusaha melahirkan generasi yang berwawasan berintelektulitas tinggi sehingga siap terjun ketengah-tengah masyarakat. Dan juga diharapkan dapat membela hak-hak masyarakat Kecamatan Benai dan Kabupaten Kuantan Singingi dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemakmuran di Kecematan Benai dan Kabupaten Kuantan Singingi serta peka terhadap perkembangan zaman.
Pergerakan mahasiswa selalu menemukan momentum yang berbeda dari tiap zaman, tiap waktu memiliki tantangan dan tekanan yang berbeda, namun disitu ada kesamaan motif, yaitu moralitas dan idealisme. Dua hal yang menjadi prinsip selama hidup, bukan sementara saat di kampus, manakala masih di bangku kuliah saja. Selama di kampus, bisa saja- atau umumnya-, metodenya kolektif, dan ketika sudah lulus, metodenya lebih bersifat individual.
Hal krusial yang seharusnya dipikirkan adalah kaderisasi.Yang menarik, kalau dirunut kebelakang akar kata kaderisasi itu sendiri sesungguhnya tidak asli lokal. "Kader" adalah peng-Indonesiaan kata "cadre" kata Perancis yang berasal dari Italia "quadro" yang berasal dari Latin "quadrum" yang berarti segi empat atau bujur sangkar. Salah satu definisi atu arti kata "cadre" ini adalah "a nucleus or core group especially of trained personnel
able to assume control and to train others" yang kelihatannya cocok dengan
pengertian secara umum di Indonesia.
Kaderisasi adalah proses pendidikan jangka panjang untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada seorang kader. Siapakah kader? Kader adalah anggota, penerus organisasi. Nilai-nilai apa? Nilai-nilai yang diyakini bersama sebagai pembentuk watak dan karakter organisasi. Organisasi, apapun itu mutlak mensyaratkan kaderisasi. Kecuali bila organisasi anda adalah organisasi diri sendiri, yang anggotanya anda sendiri. Organisasi terpimpin sekalipun, dimana si Ketua menjadi Ketua sepanjang hidupnya tetap saja membutuhkan regenerasi untuk rekan kerjanya. Sebuah organisasi dapat kita analogikan sebagai sebuah bangunan. Sebuah bangunan tentunya harus memiliki pondasi yang kuat agar bangunan tersebut dapat tetap kokoh. Dalam sebuah organisasi salah satu pondasi yang diprelukan adalah kaderisasi dan budaya organisasi.
Budaya dalam suatu organisasi pada hakekatnya mengarah pada perilaku-perilaku yang dianggap tepat, mengikat dan memotivasi setiap individu yang ada di dalamnya dan mengerahkan pada upaya mencari penyelesaian dalam situasi yang ambigu (Turner,1994). Pengertian ini memberi dasar pemikiran bahwa setiap individu yang terlibat di dalamnya akan bersama-sama berusaha menciptakan kondisi kerja yang ideal agar tercipta suasana yang mendukung bagi upaya pencapaian tujuan yang diharapkan.. Sumber utama budaya organisasi pada awalnya adalah pemilik, pendiri dan/atau pemimpin yang pertama, karena mereka inilah yang pertama-tama menentukan misi, visi, strategi, filosofi, dan nilai-nilai yang dianut oleh organisasi. Dengan demikian dapat dipahami bagaimana pemimpin memiliki pengaruh besar karena harus dapat bertindak sebagai model bagi terciptanya budaya organisasi yang akan berpengaruh terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi IPMKB.
Inefisiensi pengelolaan sebuah organisasi sering diawali dengan tidak atau kurang patuh dan konsistennya beberapa pengurus dalam melaksanakan tugas. Kesalahan dan kegagalan kerja yang terjadi sering sulit ditelusuri penyebabnya karena semua orang mencoba menjelaskan bahwa dirinya bukanlah pelaku dari sebuah proses yang gagal. Sebaliknya, keberhasilan dengan mudah diakui sebagai prestasi diri karena seseorang bisa menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut merupakan bagian dari ruang lingkup tugasnya. Sering kali sebuah proses dikerjakan oleh seseorang atau sebuah unit kerja yang secara struktur organisasi dan uraian tugas bukan pemilik dari proses tersebut (process owner), sebaliknya sering pula sebuah tugas tidak ada pemiliknya. Hal tersebut biasanya diakibatkan oleh kurangnya pengendalian dan terabaikannya pengawasan terhadap penerapan sistem dan prosedur tersebut dalam kurun waktu yang cukup lama. Sehingga diperlukan perilaku IPMKB’ers yang mempunyai satu kesatuan komitmen dalam berbuat dan berfikir serta bertindak sesuai dengan kondisi masyarakat dan disiplin ilmu, profesionalitas, regenerasi dalam rangka mensukseskan pembangunan Kecamatan Benai.
10 Januari 2009
KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI (Oleh : Heri Indra Putra, SE)
Labels:
artikel
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Mhs Benai Ysh
Beritanya kok tdk ada lagi yg baru?,,apa tdk ada kegiatan?
Salam,,tetap semangat!!
Posting Komentar